Mengapa Plastik Tidak Bisa Terurai?

Plastik yang kita kenal di kehidupan sehari-hari merupakan bahan polimer sintetis yang murah, kuat, tahan lama dan sangat mudah diperoleh. Sifatnya yang fleksibel dan ekonomis ini menjadikan plastik berada di urutan nomor satu sebagai bahan yang paling banyak digunakan, sekaligus sampah yang paling banyak dihasilkan.

Sayangnya, sampah plastik tidak bisa terurai oleh alam. Jika tidak bisa digunakan kembali atau didaur ulang, nasibnya hanya akan menjadi sampah dan mencemari lingkungan hingga ratusan tahun. Padahal konon katanya bahan baku pembuatan plastik berasal dari alam, namun mengapa plastik tidak bisa terurai?

Plastik terbuat dari minyak bumi

Industri plastik menggunakan bahan baku utama yaitu minyak bumi. Prosesnya, minyak bumi mentah (dari kilang) dan gas alam diolah melalui beberapa tahap pemurnian dan menghasilkan zat etilena dan propilena.

Kedua zat ini kemudian dicampurkan dengan katalis untuk mempercepat reaksi kimia. Dengan peran serta katalis, individu dari molekul-molekul propilena ini kemudian saling berpegangan seperti rantai dan membentuk ikatan yang sangat kuat. Rantai semacam ini dinamakan polimer, yaitu molekul besar yang terbuat dari banyak molekul kecil (monomer) yang dirangkai.

Hasilnya disebut polimer plastik, berwujud mirip tepung atau mirip deterjen bubuk. Bubuk polimer plastik ini kemudian diekstruksi menjadi plastik berbentuk cair, didinginkan, lalu dibentuk menggunakan pelletizer menjadi serupa pelet-pelet kecil. Umumnya, pelet atau biji plastik inilah yang nantinya dikirimkan ke pelanggan atau industri plastik untuk diolah menjadi beragam produk.

Minyak bumi berasal dari tumbuhan dan dapat terurai

Minyak bumi terbuat dari sisa-sisa organisme hidup yang sangat tua, seperti ganggang, bakteri dan tumbuhan. Organisme ini terkubur jauh di dalam tanah selama jutaan tahun. Di dalam sana, panas dan tekanan tinggi mengubahnya menjadi zat kaya karbon yang kita andalkan sebagai bahan baku bahan bakar dan berbagai macam produk, salah satunya plastik. Kabarnya, sekitar 8% – 10% pasokan minyak bumi dunia digunakan untuk membuat plastik.

Sebagian besar komponen minyak mentah atau minyak bumi dapat terurai secara hayati. Seperti senyawa hidrokarbon yang dapat menguap, terurai saat bereaksi dengan sinar matahari selama beberapa hari atau minggu. Sedangkan yang tertinggal di air atau tanah, terurai oleh mikroorganisme selama beberapa minggu atau bulan.

Penguraian oleh mikroorganisme menggunakan enzim

Suatu benda dapat terurai secara hayati jika ada mikroorganisme yang mampu memecah dan mencerna senyawa di dalamnya. Mikroorganisme melakukan ini secara alami karena tubuhnya menghasilkan enzim, yaitu protein yang membantu mempercepat pemecahan unsur-unsur kimia yang menyusun senyawa tersebut.

Contohnya pada polimer alami seperti selulosa. Kita dapat menemukannya di serat buah dan sayur, kayu, hingga kertas dan kapas. Selulosa dapat diuraikan oleh enzim kompleks selulase yang dihasilkan oleh jamur, protozoa dan bakteri.

Manusia tidak memiliki enzim selulase, sehingga tidak dapat menguraikan selulosa. Namun, beberapa hewan, seperti kambing, sapi, dan rayap, dapat menguraikan selulosa karena dalam sistem pencernaannya mengandung bakteri dan protozoa yang menghasilkan enzim selulase.

Hadirnya oksigen sangat penting dalam proses penguraian karena membantu mikroorganisme bertahan hidup lebih lama. Lingkungan yang panas dan basah juga mempercepat proses biodegradasi karena di situ akan terdapat banyak mikroorganisme. Senyawa atau polimer alami yang berhasil terurai sepenuhnya hanya akan menyisakan karbon dioksida, air dan material biologis lainnya.

Malangnya, tidak ada enzim alami untuk polimer plastik

Plastik merupakan polimer sintetis, yang mana ikatan antar molekulnya sangat kuat. Sejauh ini belum ada mikroorganisme yang secara alami memiliki enzim untuk mengenali apalagi memutus ikatan kovalen C-C pada polimer plastik. Inilah alasannya mengapa plastik tidak dapat diurai oleh makhluk hidup.

Beberapa jenis plastik justru sengaja dibuat dengan tujuan awet atau tahan lama, tidak mudah terdegradasi oleh bakteri. Contohnya perkakas sehari-hari. Seolah plastik jenis ini memang diciptakan tidak untuk diurai.

Plastik tidak dapat terurai, lalu bagaimana?

Pertanyaannya bisa diawali dengan “mengapa plastik diciptakan jika berakhir menjadi timbunan masalah?”. Ilmuwan terdahulu menciptakan plastik untuk mengurangi penggunaan material yang berasal dari kayu pohon, seperti kantong kertas. Masalah penebangan pohon saat itu menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan. Kehadiran plastik mengatasi permasalahan terdahulu, namun justru menimbulkan masalah baru yang lebih pelik untuk saat ini.

Beberapa upaya tengah dilakukan dunia untuk mengatasi sampah plastik, diantaranya :

  1. Para ahli terus melakukan riset untuk mencari, mengisolasi dan membudidayakan bakteri “pemakan plastik”;
  2. Industri plastik juga mulai memproduksi plastik dari bahan yang ramah lingkungan, seperti pati, kulit pisang, tongkol jagung, serat tanaman dan lainnya, yang disebut juga polimer nabati;
  3. Warga dunia dihimbau untuk mengurangi produksi sampah plastik. Konsep 3R yang populer untuk mengelola sampah plastik yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (mendaur ulang).

Tentunya kita harus terlibat dalam upaya mengurangi sampah plastik. Kita bisa melakukan berbagai cara dari hal yang sederhana, seperti :

  1. Menggunakan barang yang dapat digunakan kembali, contohnya tas belanja kain, botol minum yang dapat diisi ulang, peralatan makan sendiri, dan lainnya; 
  2. Menghindari penggunaan plastik sekali pakai, seperti sedotan plastik, sendok plastik, dan garpu plastik. 
  3. Memilih produk ramah lingkungan, seperti produk dengan kemasan minimal, kemasan kertas, atau kemasan bioplastik.
  4. Melakukan daur ulang plastik, atau setidaknya mengelompokkan sampah plastik untuk didaur ulang, contohnya botol plastik.

Dampak penemuan plastik memang luar biasa. Selain sebagai solusi keterbatasan material, plastik juga melancarkan terciptanya penemuan baru lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang. Suatu saat nanti pasti akan ditemukan solusi terbaik untuk masalah sampah plastik ini.

Namun lebih dari itu, langkah nyata kita untuk menjaga lingkungan dan melindungi bumi tidak lagi bisa ditunda. Setiap hari, sampah plastik yang muncul lebih banyak daripada yang hilang. Jika dibiarkan terus bertambah, menumpuk dan menggunung, dampak buruk tidak terelakkan bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Scroll to Top