Mekanisme Full Call Auction sejatinya sama seperti pre-opening dan pre-closing, perbedaannya ini terjadi di sepanjang hari bursa dan hanya pada saham-saham dalam papan pemantauan khusus. BEI juga sudah mengujicobakan skema ini selama 6 bulan sebelumnya terhadap sekitar 60 saham terpilih dari papan pemantauan khusus, atau dikenal dengan tahap hybrid periodic call auction atau masa transisi menuju full periodic call auction. Hasilnya, BEI mengklaim 20% dari saham tersebut telah kembali likuid setelah sebelumnya terhambat di harga Rp50.
Meskipun demikian, sejumlah pengamat menilai BEI kurang sosialisasi, dilihat dari banyaknya kontroversi hingga munculnya petisi menuntut full call auction dicabut dari papan pemantauan khusus, yang bahkan telah ditandatangani hampir 10 ribu orang dalam waktu kurang dari seminggu. Sebanyak 105 saham dari 220 saham di papan pemantauan khusus juga ambles dalam waktu 4 hari sejak diberlakukannya full call auction karena psikologi pasar yang belum siap.
Investor beranggapan, ketentuan order book yang kosong mirip seperti judi karena investor harus menebak-nebak. Apalagi harga saham bisa “tiba-tiba” turun sampai Rp1, membuat investor yang ketakutan buru-buru melepas sahamnya. Padahal, BEI sudah menyediakan fitur IEP dan IEV sejak akhir tahun 2021 untuk digunakan dalam mekanisme call auction semacam ini.
Apa Itu IEP dan IEV?
IEP atau Indicative Equilibrium Price merupakan informasi potensi harga yang terbentuk. Sedangkan IEV atau Indicative Equilibrium Volume adalah informasi potensi akumulasi volume transaksi yang akan dipertemukan pada harga yang terbentuk (IEP) oleh sistem perdagangan BEI. Full call auction menghitung IEP berdasarkan keseluruhan order dalam order book, atau menghitung harga di titik equilibriumnya dan menetapkannya di satu harga yang disepakati, sehingga order book tidak menjadi terlalu sensitif atas order-order besar yang agresif dan volatil.
Metode perhitungan nilai IEP dan IEV sama dengan metode yang digunakan saat menghitung harga pembukaan dan harga penutupan perdagangan pada sesi blind order book, yaitu sesi pre-opening dan pre-closing. Begitu juga yang terjadi pada mekanisme full call auction, hanya bedanya IEP dan IEV pada full call auction dihitung setiap saat dan disebarkan setiap terdapat perubahan pada order book.
Di akhir setiap sesi full call auction, akan terbentuk harga penutupan sesi (matched) yang sama dengan nilai IEP terakhirnya. Sedangkan volume transaksi (matched) tiap sesi akan sama dengan IEV terakhir di sesi tersebut.
Tujuan IEP dan IEV
Saham-saham harga rendah yang terimbas sentimen negatif dan mulai sepi pembeli, biasanya akan menjadi santapan menggiurkan bagi para big fund. Begitu pun saham-saham yang ada di papan pemantauan khusus, bisa tiba-tiba menjadi sangat volatil mana kala investor institusi atau big fund masuk secara agresif, menarik masuk investor ritel, dan menggerakkan harga saham hingga tidak wajar. Investor ritel yang kurang memahami bandarmologi sangat beresiko terjebak dan dirugikan.
Oleh karenanya, BEI memberlakukan full call auction untuk saham-saham yang berada di papan pemantauan khusus. Setidaknya dengan mekanisme blind order book, big fund tidak lagi bisa menganalisa order book untuk “menggoreng” saham, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan dengan cara yang lain.
Konsekuensinya, kita juga sama-sama tidak bisa menganalisa order book karena tidak ditampilkan. Sebagai gantinya, BEI memunculkan IEP dan IEV di setiap akhir sesi perdagangan. Tujuannya adalah :
- memberikan transparansi harga indikatif yang terbentuk,
- mendorong pembentukan harga penutupan tiap sesi yang lebih wajar dan transparan,
- mencegah pergerakan harga yang tajam saat penutupan,
- meredam terjadinya manipulasi harga penutupan, dan
- meningkatkan terjadinya transaksi di sesi pre-closing.
Langkah Perhitungan IEP dan IEV
Nilai IEP dan IEV dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah order transaksi jual/beli yang memiliki potensi untuk dipertemukan. Jika order transaksi jual/beli belum memiliki potensi matched, maka nilai IEP dan IEV pun berpotensi tidak muncul selama jam perdagangan.
Langkah 1 : Fase Pengumpulan Order
Investor melakukan order beli/jual selama fase pengumpulan order (Order Collecting Phase) pada skema full call auction, atau pada saat pre-opening dan pre-closing untuk saham yang bukan dalam pemantauan khusus. Caranya sama seperti pada perdagangan normal, hanya saja order beli tidak akan langsung matched dengan order jual sekalipun harganya sama. Semua order akan dikumpulkan dulu sampai akhir fase.
Kita gunakan contoh saham X, dengan order selama Order Collecting Phase pada Session 1 (pukul 09.00 – 09.55) seperti di bawah ini.
Time | Description | Price | Volume |
09:00 | B1 send order Buy | 46 | 20 |
09:01 | B2 send order Buy | 45 | 10 |
09:02 | B3 send order Buy | 47 | 20 |
09:12 | S4 send order Sell | 45 | 50 |
09:14 | B5 send order Buy | 46 | 30 |
09:16 | B6 send order Buy | 47 | 30 |
09:21 | S7 send order Sell | 47 | 20 |
09:23 | S8 send order Sell | 46 | 40 |
09:25 | S9 send order Sell | 47 | 10 |
09:27 | S10 send order Sell | 48 | 40 |
09:29 | S11 send order Sell | 49 | 20 |
09:31 | S12 send order Sell | 50 | 10 |
09:33 | S13 send order Sell | 51 | 10 |
09:48 | B14 send order Buy | 51 | 90 |
09:50 | B15 send order Buy | 50 | 10 |
09:52 | B16 send order Buy | 49 | 20 |
09:54 | B17 send order Buy | 48 | 60 |
Jika ini perdagangan normal, dengan log order seperti di atas, akan ada 3 kali pembentukan harga, yaitu di menit 09.12 harga matched Rp45; menit 09.23 harga matched Rp46; dan menit 09.48 sekaligus harga penutupan Rp51. Ada lonjakan harga akibat aggressive buy setelah market sepi selama 15 menit.
Namun karena ini bukan continuous auction melainkan call auction, maka di fase ini belum terjadi pembentukan harga, belum ada yang matched. Kita lanjut ke langkah kedua.
Langkah 2 : Total Volume Order Tiap Harga
Oleh sistem di bursa, seluruh order beli yang terkumpul dihitung total volumenya untuk masing-masing tingkatan harga. Demikian pula seluruh order jual pada masing-masing tingkatan harga dijumlahkan total volumenya. Order book dari contoh saham X di atas akan jadi seperti di bawah ini.
Volume Order Buy | Price | Volume Order Sell |
---|---|---|
90 | 51 | 10 |
10 | 50 | 10 |
20 | 49 | 20 |
60 | 48 | 40 |
50 | 47 | 30 |
50 | 46 | 40 |
10 | 45 | 50 |
290 | 200 |
Langkah 3 : Akumulasi Total Volume Order Tiap Tingkatan Harga
Selanjutnya, total volume order beli diakumulasikan pada tiap tingkatan harga secara berurutan dari harga tertinggi hingga terendah. Sebaliknya, total volume order jual diakumulasikan dari harga terendah ke harga tertinggi.
Accum Vol Order Buy | Volume Order Buy | Price | Volume Order Sell | Accum Vol Order Sell |
---|---|---|---|---|
90 | 90 | 51 | 10 | 200 |
100 | 10 | 50 | 10 | 190 |
120 | 20 | 49 | 20 | 180 |
180 | 60 | 48 | 40 | 160 |
230 | 50 | 47 | 30 | 120 |
280 | 50 | 46 | 40 | 90 |
290 | 10 | 45 | 50 | 50 |
290 | 200 |
Langkah 4 : Mencari Volume Order Yang Bisa Dipertemukan
Pada langkah ini, sistem JATS milik BEI akan menjalankan algoritma untuk menemukan volume order beli dan order jual yang dapat dipertemukan (matched), dengan ketentuan :
- Prioritas harga (price priority), yaitu permintaan beli pada harga yang lebih tinggi lebih diprioritaskan dibanding order beli pada harga yang lebih rendah, sedangkan penawaran jual pada harga yang lebih rendah lebih diprioritaskan dibanding order jual pada harga di atasnya
- Prioritas Waktu (time Priority), yaitu bila penawaran jual atau permintaan beli diajukan pada harga yang sama, JATS lebih memprioritaskan order beli atau order jual yang diajukan terlebih dahulu.
Accum Vol Order Buy | Volume Order Buy | Price | Volume Order Sell | Accum Vol Order Sell | Volume Matched | Accum Volume Matched |
90 | 90 | 51 | 10 | 200 | ||
100 | 10 | 50 | 10 | 190 | ||
120 | 20 | 49 | 20 | 180 | ||
180 | 60 | 48 | 40 | 160 | 40 | 160 |
230 | 50 | 47 | 30 | 120 | 30 | 120 |
280 | 50 | 46 | 40 | 90 | 40 | 90 |
290 | 10 | 45 | 50 | 50 | 50 | 50 |
290 | 200 | 160 |
Sesuai prioritasnya, maka urutan perjumpaan order beli dan order jual saham X dimulai dari order buy di harga tertinggi (51) sebanyak 90 lot akan bertemu dengan order sell di harga terendah (45) sebanyak 50 lot ditambah order sell di harga di atasnya (46) sebanyak sisanya (90-50=40 lot). Kemudian dilanjutkan oleh order beli harga di bawahnya terhadap order jual harga di atasnya. Demikian seterusnya. Dari tabel di atas, ditandai dengan warna kuning.
Langkah 5 : Menghitung Total Volume Matched (IEV)
Dari langkah 4 diperoleh volume yang bisa dipertemukan (tabel kolom Volume Matched). Total dari volume yang dapat dipertemukan (matched) tersebut itulah yang menjadi nilai IEV atau Indicative Equilibrium Volume. Pada contoh di atas, IEV = 160 lot atau IEV = 16K shares atau Total Volume = 16K shares.
Langkah 6 : Menemukan Harga Matched (IEP)
Sistem juga akan menghitung akumulasi volume matched dan memilih harga dimana volume akumulasi matched terbesar sebagai IEV atau Indicative Equilibrium Price. Dalam contoh saham X di atas, IEV = 160 berada di harga 48 sehingga IEP = 48.
Harga Penutupan dan Volume Transaksi
Setiap sesi dari full periodic call auction akan diakhiri dengan Order Matching Phase di 5 menit terakhirnya. Pada fase ini IEP dan IEV ditetapkan, dimana IEP atau Indicative Equilibrium Price menjadi harga penutupan sesi, dan IEV atau Indicative Equilibrium Volume menjadi total volume transaksi pada sesi tersebut. Pada fase ini semua order yang matched dieksekusi sesuai dengan harga penutupan yaitu IEP. Pada contoh saham X di atas, sebanyak 160 lot akan ditransaksikan dengan harga Rp48.
Seperti yang telah disebutkan di langkah 1 di atas, akan berbeda jika saham X bukan termasuk full call auction yaitu harga penutupan adalah Rp51, semata-mata karena ada aggressive order yang menjadi last matched.
Dengan demikian bisa dikatakan harga penutupan berdasarkan IEP dari keseluruhan order lebih mewakili harga yang terbentuk dari permintaan dan penawaran yang sewajarnya.