Analisa Order Book dan Market Depth Saham

Salah satu ketentuan pada skema full call auction adalah blind order book, yaitu order book tidak dimunculkan selama perdagangan saham-saham yang berada di papan pemantauan khusus. BEI hanya menampilkan harga dan volume pada posisi best bid dan best offer saja. Hal ini yang menimbulkan kontroversi dan memicu lebih dari 11 ribu orang menandatangani petisi pencabutan full call auction.

Para scalper dan day trader adalah yang paling merasakan kehilangan atas disembunyikannya order book ini. Pasalnya, order book bagaikan senjata utama untuk memperkirakan arah pergerakan harga sebelum membuat keputusan dalam trading jangka pendek. Analisa order book membantu menentukan posisi entry, baik untuk jual maupun beli. Saat melakukan analisa order book, kita sedang mencari level support dan resistance, namun bukan berdasarkan data historikal, melainkan dengan membaca market depth yang real time.

Order Book

Pada perdagangan saham normal, order book dimunculkan secara utuh. Order book berisi daftar pesanan yang tertunda dari suatu saham, yang diperbarui secara real time dan memperlihatkan aktivitas saat ini serta transaksi mana yang akan terproses. Biasanya, order book berbentuk tabel, dimana total volume order buy diletakkan di sisi kiri dan diurutkan bertingkat dari harga tertinggi ke terendah. Sedangkan di sisi kanan diisi oleh total volume order sell dari harga terendah ke harga tertinggi.

Informasi lain yang melengkapi order book diantaranya harga saham yang terbentuk saat ini (last price), perubahannya terhadap harga penutupan hari sebelumnya, harga pembukaan hari ini, harga tertinggi, harga terendah, harga rata-rata dan total volume serta nilai transaksinya.

Disamping itu, ada informasi penting yang lebih berguna, yang bisa ditemukan dengan cara menganalisa order book, yaitu market depth.

Pengertian Market Depth

Market Depth atau kedalaman pasar merujuk pada tingkat likuiditas suatu pasar, yang artinya ramai atau tidaknya pasar tersebut. Semakin ramai perdagangannya (banyak trader yang terlibat), maka semakin mudah bagi pelaku pasar untuk bertransaksi jual atau beli dalam waktu singkat.

Market depth atau kedalaman pasar mengukur likuiditas perdagangan dan menunjukkan kemampuan pasar untuk mengeksekusi order dalam jumlah besar tanpa mempengaruhi harga. Semakin besar market depth, artinya pasar semakin likuid, sekaligus semakin kecil dampak pasar dari pesanan besar, atau semakin kecil resiko manipulasi harga. Sebaliknya, jika market depth kecil, maka pasar akan semakin rentan terhadap volatilitas harga.

Scalper dan day trader mendapatkan keuntungan dari volatilitas harga jangka pendek, sehingga saham dengan market depth yang kecil akan lebih menarik. Sebaliknya, swing trader dan value investor lebih membutuhkan market depth yang tinggi, yang menjamin tingkat resiko investasinya lebih rendah.

Besar Kecilnya Market Depth

Penting sekali mengamati order book untuk mengetahui kedalaman pasar. Market depth yang besar ditandai dengan adanya lebih banyak order di setiap tingkatan harga. Saham yang sangat likuid akan memiliki banyak pembeli dan penjual. Pembeli bisa membeli dalam jumlah besar tanpa menyebabkan pergerakan harga yang substantial. Sedangkan saham yang tidak terlalu likuid memiliki sedikit pembeli dan penjual, sehingga ketika ada yang membeli dalam jumlah besar harganya akan langsung melesat, atau saat ada yang menjual dalam jumlah besar, harganya akan anjlok.

Contoh order book saham X

Bid LotBidOfferOffer Lot
120005155209000
140005105258000
90005055309000
1000050053511000
800049554018000

Contoh order book saham Y

Bid LotBidOfferOffer Lot
200515520100
400510525200
400505530100
1100500535300
600495540300

Saham X memiliki market depth yang lebih besar dibandingkan saham Y. Jika kita ingin membeli saham X dengan modal Rp 50 juta di harga best offer, kita akan mendapatkan sebanyak 961 lot pada harga Rp520. Tidak ada kenaikan harga saham akibat transaksi ini, karena antrian order sell masih ada sebanyak 8039 lot di harga Rp520.

Lain halnya dengan saham Y. Dengan modal yang sama untuk membeli saham Y di best offer-nya, kita menghabiskan lebih banyak uang dan mendorong harga naik. Untuk membeli saham Y sebesar Rp 50 juta, kita harus membeli 100 lot di harga Rp520, ditambah 200 lot harga Rp525, 100 lot harga Rp530, 300 lot harga Rp535 dan 239 lot di harga Rp540. Total saham Y yang kita peroleh sebanyak 939 lot, dan saat order kita terpenuhi, harga best offer akan naik menjadi Rp540.

Dengan demikian, market depth yang lebih baik di saham X menghasilkan biaya perdagangan yang lebih rendah dan lebih sedikit dampaknya terhadap harga. Volatilitasnya lebih kecil, pembentukan harga sesuai prinsip permintaan dan penawaran yang wajar, lebih aman dan menguntungkan bagi investor ritel dengan profil risiko yang rendah.

Sedangkan market depth yang lebih kecil seperti pada saham Y, memiliki sensitivitas harga yang lebih tinggi. Pergerakan harga bisa sangat volatil secara tiba-tiba, yaitu saat big fund masuk dengan transaksi ‘gajah’. Resiko pasar lebih tinggi, namun yang seperti ini justru disukai oleh scalper dan day trader. Mereka menggunakan pendekatan bandarmologi.

Market Depth dan Sentimen Bullish / Bearish

Order book terus berubah secara real time seiring dengan masuknya pesanan baru. Memperhatikan perubahan dalam order book dapat memberi petunjuk tentang perubahan sentimen pasar, dalam hal ini kecenderungan untuk membeli atau menjual suatu saham.

Contoh, saham X diberitakan mengalami penurunan laba perusahaan. Market depth pada hari itu menunjukkan sejumlah besar order jual yang lebih besar dari volume offer di hari-hari sebelumnya, dan harga bergerak turun. Investor yang menyadari ini dan mengantisipasi aksi jual, akan ikut menjual kepemilikan sahamnya sebelum harga semakin turun. Sebaliknya, saat sentimen positif beredar, seperti kenaikan laba atau pembagian dividen, order beli akan meningkat, volume bid lebih besar, harga akan terdorong naik.

Jika order beli lebih dominan, ditandai dengan volume bid lebih besar dari volume offer, maka pasar dianggap bullish atau optimistis. Sebaliknya, jika order jual lebih dominan, yaitu saat volume offer lebih banyak maka pasar dianggap bearish atau pesimistis.

Tren bullish merupakan waktu yang tepat untuk entry buy, karena pada market yang optimis harga cenderung terdorong naik. Sebaliknya, tren bearish adalah waktu yang tepat untuk exit atau jual sebelum harga semakin turun.

Menemukan Support dan Resistance dari Order Book

Level support adalah level harga dimana volume permintaan sangat banyak, sehingga menopang harga untuk tidak turun ke harga di bawahnya. Cirinya, volume bid pada harga tersebut adalah yang paling tinggi dibandingkan volume pada harga bid lainnya.

Level resistance adalah level harga dimana volume penawaran sangat banyak, sehingga sulit untuk menembus ke harga di atasnya. Cirinya, volume offer pada harga tersebut merupakan yang paling tinggi diantara harga offer lainnya.

Contohnya pada saham X.

Bid LotBidOfferOffer Lot
120005155209000
140005105258000
90005055309000
1000050053511000
800049554018000

Volume bid terbesar ada pada harga Rp510, artinya ada banyak pembeli yang menunggu harga saham turun ke level ini untuk membelinya. Pembeli lainnya yang juga menginginkan saham X namun merasa antrian bid terlalu panjang kemudian memasang order pada harga di atasnya, yaitu Rp515 agar bisa lebih dulu match. Akibatnya, bid Rp515 juga tebal. Level harga Rp515 – Rp510 ini disebut level support. Diperlukan tekanan jual yang tinggi untuk menghabiskan seluruh volume bid pada level ini agar harganya turun ke bawah. Jika hanya sedikit pemilik saham X yang terdorong menjual sahamnya di harga Rp515 – Rp510, maka harga akan menjadi stuck atau bergerak sideways, sampai nantinya ada pembeli yang mau membeli pada harga di atasnya dan menggerakkan harga kembali naik.

Begitu juga dengan volume offer terbesar saham X, berada di harga Rp540 – Rp535 yang menjadi level resistance-nya. Artinya, ada lebih banyak pemilik saham X yang ingin melepaskan sahamnya di level ini. Saat harga sudah menyentuh Rp540, diperlukan tekanan beli yang lebih besar untuk menghabiskan volume offer dan mendorong harga bergerak ke atas. Jika tekanan beli melemah, maka harga akan sideways, atau bahkan memicu penjual melepaskan sahamnya di harga best bid, yang kemudian menggerakkan harga kembali turun.

Waspada Fake Order

Order book yang berubah secara real time memerlukan pemantauan yang terus-menerus untuk memahami pergerakan harga yang sedang terjadi, termasuk mendeteksi adanya order palsu. Praktek fake order atau pemesanan palsu menciptakan kesan permintaan (bid) atau penawaran (offer) yang mengecoh investor ritel.

Kita bisa mendapati volume bid yang besar di satu atau beberapa tingkatan harga, yang membuat kita berpikir disitulah level support-nya. Namun ternyata secara tiba-tiba volume bid tersebut hilang atau berkurang banyak karena order buy-nya dibatalkan (amend atau withdraw). Kita juga bisa mendapati volume offer yang sangat besar, yang membuat kita mengira disitulah resistance-nya. Namun tiba-tiba volume offer tersebut berubah secara signifikan.

Fake order sering terjadi pada saham-saham dengan market capitalization dan market depth yang rendah sehingga mudah digerakkan. Pelakunya adalah para big fund atau market maker. Modusnya, saham akan dibuat seolah-olah likuid agar ritel tertarik dan harga bergerak dengan volatilitas yang tinggi. Tujuannya tentu saja profit yang tinggi bagi big fund, karena mereka sudah akumulasi sejak harga rendah, dan menjual saat harga telah didongkrak naik oleh investor ritel. Korbannya adalah investor ritel yang membeli di harga tinggi karena terkecoh dan mengira harga masih akan naik lagi. 

Oleh karenanya, sekalipun ketrampilan menganalisa market depth itu sangat penting, namun tetap memerlukan analisa lainnya yang melengkapi, seperti analisa teknikal dan bandarmologi.